Benda Cagar Budaya di Yogyakarta
Kota Yogyakarta memiliki
bangunan-bangunan bersejarah yang sangat banyak. Sangat disayangkan jika
keberadaan bangunan-bangunan tersebut rusak dan tidak terawat.Hal ini
perlu di dukung oleh semua pihak agar kondisinya tetap dipertahankan.
Beberapa langkah telah dilakukan untuk
mengatasi hal tersebut yakni dengan menjadikan bangunan-bangunan
tersebut sebagai benda cagar budaya. Berikut sebagian yang dapat kami
himpun agar masyarakat ikut menjaga aset yang sangat berharga tersebut :
Bangunan
Tugu mula-mula tidak seperti saat ini. Dahulu tiangnya berbentuk
silinder (gilig) yang mengerucut.Pada puncaknya berbentuk bulat (golong)
dengan ketinggian 25 meter dan disebut Golong Gilig yang menggambarkan
Manunggaling Kawula Gusti yang berarti pemersatu rakyat dan Penguasa.
Kisah
terbentuknya keraton kasultanan yogyakarta sangat panjang yakni dimulai
dengan keberadaan Ki Ageng Pemanahan, putra Ki Ageng Ngenis atau cucu
Ki Ageng Selo. Pada tahun 1558 M mendapat hadiah dari Sultan Pajang
karena jasanya mengalahkan Arya Penangsang berupa tanah di wilayah
Mataram. Pada tahun 1577 Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di
sekitar Kotagede.
Selama hidupnya Ki Ageng Pemanahan tetap setia kepada Sultan Pajang. Ia
meninggal pada tahun 1584.Putera Ki Ageng Pemanahan yang bernama
Sutawijaya diangkat oleh Sultan Pajang menggantikan Ayahnya sebagai
penguasa Mataram.
3. Museum Kereta
Koleksi
Museum Kereta berumur puluhan bahkan ada yang sudah ratusan tahun.
Dari beberapa kereta ini masih ada yang dipergunakan oleh pihak keraton,
namun ada juga yang karena pertimbangan usia kereta tersebut hanya
dijadikan barang pusaka saja di keraton. Masing-masing kereta diberi
nama tersendiri oleh keraton. Setiap 1 suro atau 1 Muharram menurut
penanggalan Jawa kereta yang termasuk kereta pusaka dimandikan atau
istilahnya Jamasan.
4. Situs Tamansari
Tamansari
merupakan taman yang penuh bunga yang berbau harum. Pembangunannya
dilaksanakan pada masa setelah perjanjian Gianti. Fungsi mulanya adalah
sebagai tempat menentramkan hati, istirahat dan rekreasi setelah lama
dalam peperangan. Namun demikian dipersiapkan pula sebagai benteng
pertahanan Keraton apabila dalam kondisi bahaya
5. Pura Pakualaman
Pakualaman
merupakan salah satu kadipaten yang terbentuk pada masa pemerintahan
Belanda dengan Gubernur Herman Willem Daendels yang berkuasa antara
tahun 1808 sampai dengan 1811 M. Awal pembentukan Pura Pakualaman ini
dimaksudkan Belanda untuk memecah belah lingkup Keraton Kasultanan Yogyakarta
yakni dengan mengangkat wakilnya di Keraton Kasultanan Yogyakarta. Hal
tersebut ditentang oleh Sultan Hamengku Buwono II yang saat itu masih
bertahta.
6. Benteng Vredeburg
Benteng Vredeburg terletak di Jl. A Yani No. 6, persis didepan Gedung Agung atau utara titik nol kilometer.
Bangunan ini dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I pada tahun
1760, atas permintaan pemerintahan Belanda yakni, Nicolas Harting.
Awalnya bangunan hanya sebuah benteng yang berbentuk bujur sangkar
dengan tiap sudutnya memiliki tempat penjagaan disebut seleka atau bastion. Keempat sudut tersebut di beri nama untuk masing-masing arahnya. Untuk bastion yang
berada di sudut barat laut dinamai Jayawisesa, sudut timur laut diberi
nama Jayapurusa, sudut barat daya diberi nama Jayaprakosaningprang dan
sudut tenggara diberi nama Jayaprayitna.
7. Istana Kepresidenan Gedung Agung
Gedung ini dibangun pada masa penjajahan Belanda tepatnya pada bulan Mei 1824 menempati area seluas 43.585m2,
atas prakarsa Residen Belanda ke 18 di Yogyakarta, Anthonie Hendriks
Smissaert yang berkuasa antara tahun 1823 hingga 1825. Arsitek yang
menangani ini merupakan warga Belanda yakni A. Payen, dan pembangunannya
tertunda akibat perang Diponegoro atau lebih terkenal dengan perang
Jawa tahun 1825-1830.
8. Gereja Protestan “Marga Mulya”
Keberadaan Gereja Kristen Margomulyo atau GPIB Jemaat Margomulyo yang terletak di Jl. A. Yani No. 5 tepatnya di utara Gedung Agung
Yogyakarta ini menjadi salah satu benda cagar budaya.Gereja yang
merupakan warisan dari Indischekerk dibangun atas perintah Gubernur
Jenderal Belanda sekitar pertengahan abad XVIII.Dan yang mendapat tugas
sebagai pemimpin pembangunan gereja adalah Opster G.R. Lavalette dari
Semarang.
9. Gereja Katolik Santo Yusup Bintaran
Gereja
Santo Jusuf merupakan gereja yang dirancang oleh orang Belanda J.H.
Van Oijen B.N.A dan pelaksanaan pembanguan dilakukan oleh
HollandscheBeton Maatschappij. Bangunan Gereja St. Jussuf Bintaran ini
memiliki beberapa bagian. Bagian pertama ukuran panjang 36 meter sampai
dibagian bangku tempat komuni dengan lebar 10 meter, disebelah kanan dan
kiri berukuran masing masing panjang 20 meter dan lebar 5 meter,
sehingga lebar keseluruhan adalah 20 meter, dengan tinggi 13 meter pada
penaung bagian tengah dengan luas keseluruhan 5.024 meter persegi.
10. Gereja Katolik Santo Antonius Kotabaru
Gereja St. Antonius Kotabaru
terletak di Jl. I Dewa Nyoman Oka No. 1 Kotabaru Yogyakarta. Bangunan
tersebut merupakan peninggalan Belanda yang dibangun waktu itu guna
melengkapi kawasan khusus yang dirancang Belanda sekitar tahun 1920
sebagai area perkotaan dengan kompleks perumahan yang mempunyai
fasilitas lengkap. Selain sebagai tempat ibadah,fasilitas lain digereja
ini adalah Sekolah dan areal pacuan kuda yang saat ini berfungsi
menjadi lapangan Kridosono. Tidak heran apabila bangunan yang ada
merupakan arsitektur yang kental dengan ciri Belanda.
11. Klenteng/Vihara Budha Praba
Klenteng
ini berada di Jl. Brigjend Katamso No. 3, Gondomanan, Yogyakarta.
Dibangun dengan menempati area seluas 1150 meter persegi yang juga
merupakan hibah dari Keraton Kasultanan Yogyakarta pada tanggal 15
Agustus 1900 yakni pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VII.
Bangunan ini juga ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya dengan surat
No. PM.25/PW.007/MKP/2007 tanggal 26 Maret 2007 oleh Perintah Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
12. Klenteng Poncowinatan
Pada tahun 1860-an wilayah utara Tugu ditetapkan sebagai daerah kawasan penduduk Tionghoa (de Chinese bevolking) oleh Kasultanan Yogyakarta.
Dengan memanfaatkan Sultan Ground seluas 6.244 m2 mereka membangun
sebuah tempat peribadatan yakni Kauw Lang Teng, yang kemudian berubah
penyebutan menjadi klenteng yang artinya tempat mendidik orang. Sultan
Ground ini diberikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VII. Nama klenteng
ini adalah Zhen Ling Gong yang kemudian disebut klenteng Poncowinatan
karena berada di jl. Poncowinatan. Klenteng ini tepat berada di utara
pasar Kranggan, yakni di Jl. Poncowinatan No. 16 yogyakarta. Klenteng
ini termasuk yang tertua karena sudah ada semenjak tahun 1881.
Satu-satunya
museum yang menyimpan beberapa koleksi sekaligus adalah Museum
Sonobudoyo, hampir ada 10 jenis koleksi museum ini yakni, koleksi
geologi, arkeologi,bIologi, etnografi, historika numismatika,
filologika, keramologika, senirupa dan teknologi. Museum ini terbagi
menjadi 2 unit yakni unit satu terletak Jl. Trikora No. 6 yakni di
sebelah utara Alun- alun Utara. Sedangkan unit 2 berada di ndalem
Condrokiranan, Wijilan.Museum
ini diresmikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VII pada tahun 1935,
setelah melalui proses yang panjang. Sedangkan pengagas museum ini
adalah sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang Kebudayaan Jawa, Bali,
dan Lombok yang bernama Java Institut.
Museum Sasmitaloka
berada di Jalan Bintaran Wetan No.3 , Yogyakarta. Museum Sasmitaloka
merupakan penghargaan bagi Jenderal Sudirman karena dedikasihnya pada
bangsa Indonesia, Sesuai
dengan nama museum sasmitaloka, yang mempunyai arti”rumah untuk
mengenang”. Ya, anda akan diajak kembali mengingat perjuangan,
perjalanan hidup dan dedikasi Jenderal Sudirman dengan lengkap. Museum
ini merupakan sebuah biografi ia sejak masa kecil di Purwokerto sampai
wafat dan dimakamkan di Makam Pahlawan Jl. Kusumanegara, Semaki,
Yogyakarta. Rumah yang sebelumnya menjadi Museum Pusat TNI AD ini
diresmikan menjadi Museum Sasmitaloka Pangsar Sudirman pada Tanggal 30
Agustus 1982. Memiliki 14 ruangan, yang disetiap ruangnya menceritakan
secara kronologis kehidupan dan perjuangan Jenderal Sudirman.
15. Museum TNI AD
Museum
TNI Angkatan Darat, Dharma Wiratama yang terletak di Jl. Jend. Sudirman
No. 75 Yogyakarta, merupakan bagian dari Dinas Sejarah Angkatan Darat
dari hasil validasi dari Dinas Pembinaan Mental Angkatan Darat pada
tanggal 5 November 2008.Perintisan ini dimulai sejak tahun 1956 oleh
Disjarahad yang dulunya bernama SMAD (Sejarah Militer Angkatan Darat).
Museum ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada generasi penerus
tentang sejarah TNI AD dan mewariskan nilai-nilai perjuangan para
pahlawan bangsa.
16. Pasar Beringharjo
Pasar Beringharjo, terletak di jalan Pabringan No. 1, Selatan Malioboro Yogyakarta.Akses untuk ke Pasar Beringharjo dapat ditempuh dengan kendaran pribadi atau pun angkutan umum. Letaknya strategis berdekatan dengan Malioboro dan Benteng Vredeburg ini menjadikan Pasar Beringharjo banyak didatangi wisatawan. Pasar yang dulu merupakan hutan beringin yang tak lama setelah berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada tahun 1758 SM ini menjadi tempat transaksi ekonomi warga Yogyakarta dan sekitarnya. Setelah lebih dari 167 tahun pasar ini akhirnya mempunyai bangunan permanen pada tahun 1925. Nama Beringharjo diberikan oleh Sultan Hamengku Buwono VIII yangterdiri dari dua kata ‘Bering’ artinya dulu hutan beringin, sedangkan ‘harjo’ memberikan kesejahteraan
0 Response to "Benda Cagar Budaya di Yogyakarta"
Post a Comment